Hello Genk !!
Pada tanggal 27-29 Desember kemarin adalah Diksar XVII Palaphyska, kami mendapat 6 anggota baru. terdiri atas 4 perempuan dan 2 laki-laki. Diantaranya yaitu Nisa, Sasa, Irene, Arum, Jovan dan Reza. nama angkatannya adalah "Nem Buana Bayu Tirta" katanya sih artinya enam orang penjelajah bumi yang didampingi oleh air dan angin. aneh ya ? hehe. Hal ini karena selama mereka diksar, di Tlogo Dringo terjadi hujan dan angin. alumni bilang sih namanya 'mini badai'. Tapi semua aman kok. selama diksar kami selalu memakai ponco (mantol kelelawar) udah kayak 'Barongsay' Geetooh. Oiya, di Diksar ini juga banyak yang cinlok, ya biasalah, anak muda jaman sekarang.. Waktu disana udah hujan, angin, ditambah kabut bikin dinginnya udah nggak mungkin digambarkan dengan kata-kata, tapi, suasana kekeluargaannya Palaphyska itu, yah seperti biasa selalu bisa menghangatkan keadaan sedingin apapun. Akhir kata, kami mengucapkan Selamat datang dan Selamat bergabung di Palaphyska untuk anak-anak yang kemarin udah dilantik yah..

~palaphyska~ gunung welirang jalur tretes

Gunung Welirang jalur Tretes
Gunung Welirang merupakan salah satu gunung yang terletak di Pasuruan, Jawa Timur. Gunung Welirang masih satu kawasan dengan Gunung Arjuno, jadi apabila mau, dapat mendaki dua gunung tersebut. Untuk mencapai gunung tersebut dari Solo dapat menggunakan jalur darat, yakni dengan Bus. Dari Terminal Tirtonadi dapat menaiki bus jurusan Surabaya (Mira, Eka, Sugeng Rahayu  & Sumber Selamat). Apabila naik Bus Sugeng Rahayu akan dikenai tarif Rp. 33.000 , cukup nyaman karena jarak tempat duduk cukup longgar dan armada yang digunakan adalah keluaran terbaru.  Perjalanan Solo hingga Surabaya ditempuh kurang lebih selama 6 jam. Tiba di Terminal Purbaya Surabaya kemudian naik bus jurusan Malang atau dapat naik colt harganya lebih mahal Rp. 15.000 turun di pertigaan Pandaan. Dari pertigaan Pandaan dapat naik angkuta atau ojek hingga Pos Pendakian Tretes. Dari sinilah kita dapat memulai pendakian.



Pintu pendakian

Pos pendakian

Dari Pandaan
Sebelum mendaki melapor terlebih dahulu kepada petugas, membayar retribusi Rp 7.000 dan meninggalkan kartu identitas serta akan mendapatkan peta kontur kawasan Gunung Arjuno dan Gunung Welirang. Pendakian dimulai dari Pos pendakian kita melewati aspal menyusuri Hotel di kawasan wisata Tretes .









Setelah melalui pintu pendakian melalui jalan beraspal melalui pertigaan, arah kanan ke obyek wisata air terjun kakek bodo, dan kiri untuk jalur pendakian.  Jalan berubah menjadi semen hingga tiba di Pet Bocor, di tempat ini dapat mendirikan tenda atau sekedar beristirahat di warung yang terdapat di tempat ini, di sini juga ada sumber air. Setelah pet bocor terus berjalan melalui kebun pisang kemudian jalan berubah menjadi jalan berbatu. Jalur mulai menanjak dan berkelok kelok. Bila berjalan malam hari dapat terlihat lampu lampu yang berada di lereng gunung. Di kanan kiri jalur terdapat alang alang yang cukup tinggi. Sampai di Kokopan, terdapat warung, tempat yang cukup lapang untuk mendirikan tenda dan sumber air yang melimpah.
Gunung Welirang ini merupakan tempat pertambangan Belerang. Jadi jalur pendakian juga menjadi jalur transportasi Belerang. Dari pintu pendakian hingga pondokan Pos III adalah jalur transportasi jeep yang mengangkut belerang.

Suasana Kokopan di pagi hari          12 Oktober 2013

Pemandangan Gunung Penanggungan dari Kokopan
Dari kokopan Pos II terlihat pemandangan yang indah, tampak terlihat Gunung Penanggungan. Jika beruntung anda dapat melihat segerombolan Lutung yang bergelantungan di pohon dekat lokasi ini.

Pos II Kokopan tampak dari atas
Melanjutkan perjalanan menuju pos III Pondokan. Jalur masih tetap berbatu dengan tanjakan yang tidak curam namun begitu panjang dan menguji kesabaran. Berjalan tidak begitu lama dari Pos II Kokopan akan bertemu dengan shelter atau gubuk dari kayu beratap seng, dapat digunakan untuk istirahat sejenak. Vegetasi sepanjang jalur terdapat pohon pohon menjulang yang meneduhkan.

Jeep pengangkut Belerang

Jalur menuju Pos III Pondokan

Vegetasi sepanjang jalur menuju Pos III Pondokan
Setelah berjalan kurang lebih selama 5 jam akan sampai di Pos III Pondokan. Tempat ini adalah pondok tempat tinggal para penambang Belerang. Dari tempat tersebut dapat memilih meneruskan pendakian ke Gunung Arjuno atau ke Puncak Welirang. Di sini dapat beristirahat dan mendirikan tenda, banyak tempat landai. Terdapat sumber air yang dialirkan ke sebuah bak semen yang cukup besar, dapat digunakan untuk memasak.

Pos III Pondokan
Dari Pos III Pondokan meneruskan perjalanan menuju puncak Welirang menyusuri jalan berbatu dengan medan bervariasi berupa tanjakan, kelokan  maupun jalan landai namun tidak begitu melelahkan. Banyak pemandangan yang indah sepanjang perjalanan menuju Puncak Welirang. Jalur yang digunakan adalah jalur para penambang tradisional, penambang tersebut memanggul troli (grobak sederhana) yang digunakan untuk mengangkut Belerang pada saat turun.
Kawah welirang, dari sinilah para penambang mengambil belerang. Bau belerang sangat menyeruak dan tentu saja hawa panas juga sangat terasa.

Di Puncak Welirang terdapat banyak kawah, baik yang masih aktif maupun yang sudah mati. Puncak berupa hamparan pasir dan batu, di beberapa sudut terdapat tundra.

Track
Waktu
Keterangan
Solo - Surabaya (Terminal Purbaya/Bungurasih)
Jumat, 11-10-2013
11.34 – 18.33
Rp 33.000 naik Bus Sugeng Rahayu
Surabaya  - Pandaan (pertigaan Pandaan)
20.32 – 22.33
Rp 15.000 naik Colt karena Bus Penuh
Pandaan - Bscm Tretes
Rp 15.000 naik ojek
Retribusi Pendakian

Rp 7.000
Bscm Tretes – Pos II Kokopan
23.15 – 04.00
Perjalanan malam

Pos II Kokopan – Pos III Pondokan
Sabtu, 12-10-2013
10.48 – 15.15

Pos III Pondokan - Puncak
Minggu, 13-10-2013
04.37 – 08.07

Puncak – Pos III Pondokan
08.40 – 10.52

Pondokan – Pos II Kokopan
13.10 – 15.10

Pos II Kokopan – Bscmp Tretes
15. 40 – 08.00

Bscmp Trestes – Pandaan
Sudah capek gak sempet nyatet waktu…

Sampai Solo saat Shubuh
Rp 10.000 naik line/colt
Pandaan – Terminal Purbaya Surabaya
Rp  7.000Bus Restu Ekonomi(gambar Panda)
Surabaya – solo
Rp 33.000 naik Bus Sugeng Rahayu
Total

Rp 120.000

Perjalanan dilakukan pada tanggal 11-14 Oktober 2013
BY : Fadhil Arief Tatas W
PLP.012.078.PACSA

Sejarah Pecinta Alam

PECINTA ALAM
Kalau kita menilik asal katanya, ‘Pecinta’ artinya orang yang mencintai, dan alam dapat diartikan segala sesuatu yang ada di sekitar kita. Kalau kita perjelas lagi, alam berarti segalanya, baik benda hidup maupun benda tak hidup, yang ada di dunia ini. Udara, tanah, dan air merupakan bagian dari alam yang membantu kelangsungan hidup kita. Demikian pula dengan tanaman, hewan, dan manusia,mereka termasuk bagian dari alam ini. Keberadaan mereka satu dengan yang lain saling mempengaruhi. Jadi, jelas bahwa diri kita masing-masing pun merupakan bagian dari alam semesta ini.
Lalu dapatkah kita mengatakan bahwa Pecinta Alam adalah orang yang mencintai alam semesta beserta isinya, termasuk dirinya sendiri? Bagaimana pula dengan mereka yang memiliki hobby bertualang di alam bebas? Dapatkah mereka kita sebut Pecinta Alam? Tampaknya memang ada kerancuan makna dalam istilah “Pecinta Alam” tersebut: antara mereka yang mencintai alam (lingkungan) dengan mereka yang gemar berpetualang di alam bebas. Sebagai pembanding, di Eropa dan Amerika ada suatu terminologi yang jelas bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia kepecintaalaman, misalnya envi-ronmentalist (pecinta lingkungan hidup: Green Peace), naturlist (pecinta alam seperti sebagaimana adanya), adventure (petualangan/penjelajah), mountaineers (pendaki gunung), outdoor sports/activities (olahraga alam bebas: berkemah, gantole, menelusuri gua , masuk hutan, menyususri gua, dan semestinya).
Di Indonesia, Pecinta Alam adalah pendaki gunung, penulusuran gua, pengarungan sungai, pemanjat tebing dan sekaligus pecinta lingkungan. Hingga saat ini baru sedikit kelompok yang mengkhususkan aktivitasnya pada salah satu bidang saja. Oleh karena itu, mungkin akan lebih tepat bila dikatakan bahwa Pecinta Alam adalah orang-orang yang mencintai alam beserta segala isinya, dan yang mencintai petualangan alam bebas.
Istilah Pecinta Alam di Indonesia sebenarnya belum lama dikenal. Dahulu memang sudah ada kelompok-kelompok yang bergerak di bidang lingkungan hidup dan konservasi alam. Sejarah tentang kelompok Pecinta Alam, terutama yang ada kaitannya dengan upaya pelestarian alam, sudah tercatat sejak tahun 1912, dengan terbentuknya De Nederlandsh Indische Vereneging Tot Natuur Rescherming. Kemudian Pemerintah Hindia Belanda mulai terlibat secara konkret sejak tahun 1937, dengan terbentuknya Bescherming Afdeling Van’t Land Plantetuin. Sejak saat itu kegiatan kepecintaalaman mulai berkembang di Indonesia. Pada Awal tahun 1960-an kegiatan yang berorientasi pada pelestarian alam ini mendapat pengaruh yang cukup besar dari kegiatann kepanduan (scouting). Pandu, yang kini dikenal dengan nama Pramuka, berkembang pesat sejak tahun 1940-an, dan memang jenis kegiatan yang sering dilakukannya adalah kegiatan olahraga, rekreasi, petualangan, membaca jejak dan ketrampilan lainnya. Mau tidak mau, memang harus kita akui, bahwa kegiatan kepecintaalaman bertambah muatannya dengan jenis-jenis kegiatan petualangan karena adanya pengaruh dari kepanduan. Istilah “Pecinta Alam” pertama kali diperkenalkan oleh Mapala Universitas Indonesia pada tahun 1975. Setelah berulang kali berganti nama, akhirnya mereka menamakan kelompoknya Mapala UI. Setelah itu, terutama di era 1980-an, perkembangan kelompok-kelompok Pecinta Alam semakin pesat di seluruh tanah air, sampai sekarang ini.

Editor : Jihan Annisa